Demokrasi Dan Pancaroba Oposisi

SHARE:  

Humas Unimal

Pesta demokrasi bangsa Indonesia sejatinya memang telah usai setelah terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden yaitu, Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin serta representasi perwakilan rakyat yang duduk di kursi legislatif. Walaupun dalam pelaksanaan demokrasi tahun 2019 ini terkesan adanya pembelahan masyarakat yang begitu situasional. Bisa jadi, bahwa pembelahan tersebut disebabkan oleh hanya dua pasangan saja calon presiden dan wakil presiden. Pancaroba oposisi terjadi manakala oposan menerima dan bersepakat untuk berada dalam pemerintahan. Padahal kehadiran oposisi menjadi energi positif dalam mewujudkan supremasi politik yang beradab, santun dan bertanggungjawab. Pendekatan informal dan personal menjadi kunci oposisi akan berada dimana, namun lagi-lagi ini persoalan kekuasaan dan menformat citra partai minus kepentingan rakyat yang menjadi  subordinat demokrasi politik hari ini. Paradigma demokrasi bangsa Indonesia pasca pemilu seyogiyanya membaik dan menanggalkan gelagat inkosistensi para oposisi menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, tentu hal ini dipicu oleh libido kekuasaan secara organisatoris dalam partai politik untuk mengambil posisi menteri dan posisi-posisi prestisius lainnya yang mungkin saja ceruk kekuasaan ini bisa dinikmati oleh partai yang sedari awal memang berseberangan dalam hal dukungan (oposisi).


Edisi Lainnya